Pendirian Sekolah Darurat Akibat Bencana Alam, mungkinkah?

Bencana yang terjadi di Indonesia lima tahun terakhir sejak 2013 hingga 2017 tercatat sebanyak  10.503 kali kejadian (https://www.bnpb.cloud/dibi).

 

Tren kejadian tersebut jika dirunut pertahunnya maka sekitar 2.101 kali tiap tahun, dan setiap harinya dalam satu tahun bisa dibayangkan lima sampai enam kali bencana alam terjadi di tanah air kita dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote.

 

Layanan dasar bagi masyarakat seperti pendidikan menjadi bidang yang menjadi sasaran ancaman potensi kebencanaan dan daerah yang rawan rutin terjadi bencana. Di beberapa daerah sekolah pun kerap dijadikan lokasi pengungsian. Apalagi Kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah yang sebagian besar Senin hingga Jumat sehingga begitu rentan terganggu nantinya.

 

Data verifikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI per 20 Juli 2018 mencatat terdapat sebanyak 217.534 sekolah dari SD, SMP, hingga SMA dan total jumlah siswa yaitu 45.356.112 anak (http://jendela.data.kemdikbud.go.id/jendela/) atau sekitar 18 % dari total penduduk Indonesia yang sekitar 250 juta jiwa. Pun data tersebut diluar jumlah madrasah-madrasah yang dinaungi Kementerian Agama diseluruh Indonesia dan yang dikelola masyarakat.

 

Penyelenggaraan sekolah darurat merupakan alternatif solusi pemenuhan hak pendidikan bagi anak penyintas bencana alam dan atau anak-anak yang berada di lokasi pengungsian.

 

 

 

Sekolah darurat merupakan bentuk satuan pendidikan formal yang didirikan pada saat situasi bencana alam dan/atau bencana sosial yang bersifat sementara. Sejatinya, sekolah darurat  merupakan perwujudan dari Pendidikan Layanan Khusus (PLK).

 

PLK itu sendiri diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan dan/atau program layanan pendidikan. Definisi Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Permendikbud no.72/2013).

 

Sebuah sekolah darurat akibat bencana alam  tetap harus memiliki ijin. Walaupun dalam keadaan darurat bencana misalnya, masyarakat yang menyelenggarakan sekolah darurat dapat terlebih dahulu beroperasi kemudian mengurus perizinan. Pengurusan persyaratan untuk perizinan seperti studi kelayakan; rencana induk pengembangan; sumber peserta didik; pendidik dan tenaga kependidikan; kurikulum; sumber pembiayaan; sarana dan prasarana; dan penjelasan siapa penyelenggara, moga tidak menyurutkan semangat masyarakat membuka sekolah darurat.

 

Sedangkan Pemerintahan di daerah dapat menyelenggarakannya dan lebih fleksibel dengan respon yang mestinya lebih cepat.

 

Faktor ketersediaan/ akses sekolah-sekolah terdekat lokasi bencana dan atau pengungsian akibat bencana menjadi dasar kunci pendirian sekolah darurat. Sumber daya lain seperti tenaga pengajar, kelengkapan sarana KBM dan anggaran operasional menjadi tantangan si penyelenggara sekolah darurat. Khusus lokasi pengungsian yang berdurasi lebih dari satu bulan (long term shelter) dan atau hunian sementara maka selayaknya opsi sekolah darurat dapat segera dibangun.

 

Bahkan dalam rangka pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan contoh terobosan inovatif dilakukan oleh Tagana di Kabupaten Tuban. Mereka menggelar simulasi sekolah darurat di lokasi aman percontohan tempat evakuasi, yaitu sebuah tanggul Desa Ngadirejo Kecamatan Rengel (https://kumparan.com/suarabanyuurip/sekolah-darurat-bencana-perdana-di-tuban).

Sekolah Darurat yang digelar dibawah tenda bertujuan mengedukasi dan memotivasi siswa SD untuk tetap sekolah saat banjir tiba. Kegiatan dilakukan berkaca pada tahun sebelumnya yang sempat terjadi bencana banjir dan mengakibatkan penundaan ujian nasional. Simulasi sekolah darurat sukses diadakan dengan peserta 118 anak didik dari  siswa-siswi delapan SD di kecamatan setempat, BPBD terkait pun mengapresiasi kegiatan dimaksud. Daerah-daerah lain, terutama yang rutin terjadi bencana yang sama ditiap tahunnya dapat mencontoh dan memodifikasi sesuai kebutuhan sehingga peningkatan kapasitas dapat dipersiapkan untuk penyelenggaraan sekolah darurat dengan konteks bencananya masing-masing.

Leave a Reply