Antara BSMI dan PMI, Pilih Mana?

Sepertinya istilah dual system sudah akrab untuk Indonesia, ya? Lihat saja sistem perbankan Indonesia yang menganut dual system, dimana sistem perbankan konvensional dan syariah ada di dalamnya. Pendidikan pun tak kalah, ada pendidikan berbasis umum dan pendidikan berbasis agama (baca: pesantren). Sepertinya, dual system ini menjadi hal lumrah di negeri yang padat akan keberagaman bernama Indonesia. Negeri yang memiliki semboyan: ‘Bhineka Tunggal Ika’ nampaknya tak bisa menampik wujud perbedaan itu dan membiarkannya tumbuh sebagai bentuk toleransi kebersamaan. Mungkin, dua adalah sahabat akrab dengan negara berdua musim ini.

Pun dengan lembaga kemanusiaan yang mengusung bidang medis sebagai misi utamanya. Kedua lembaga itu adalah Palang Merah Indonesia (PMI) dan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Lembaga yang memiliki persamaan historis serta kesamaan lambang ini nampak menjadi dua hal yang berbeda dan mesti dipertahankan perbedaannya. Berlambang dasar putih dengan bentuk palang maupun bulan sabit warna merah di atasnya memiliki makna amat dekat bagi Indonesia. Kombinasi merah dan putih erat dengan perjuangan pahlawan hingga berkibar sang Saka Merah Putih.

Jika siapapun telah familiar dengan PMI, lantas siapakah BSMI? Partai barukah? Hal tersebut wajar, sebab PMI sudah kadung usianya berdiri di Indonesia. PMI didirikan atas mandat Presiden Soekarno paska kemerdekaan berbilang minggu. Tepatnya pada 3 September 1945, PMI diresmikan sang presiden serta diketuai pertama kali oleh bapak RI kedua, Drs. Moch. Hatta. Didirikannya PMI adalah sebagai pembuktian ‘keberadaan’ negara baru Indonesia yang merdeka dari cengkeraman Belanda kala itu.

Pada awal sejarahnya, PMI memiliki dua lambang. Lambang palang merah di atas dasar putih sebagai lambang PMI di keanggotaan internasional. Sedangkan lambang PMI di ranah nasional adalah palang merah di atas dasar putih dan dilingkari bunga berkelopak lima. Barangkali, kelopak lima dapat menggambarkan lima dasar pokok negara bernama Pancasila.

Lain halnya dengan PMI. BSMI justru baru didirikan pada awal milenium, tepatnya di hari Sabtu, 20 Juni 2002 lalu. Atau sekitar sebelas tahun lalu, BSMI menancapkan kuku mungilnya di bumi pertiwi. Berusia remaja, bukan berarti BSMI tak memiliki peran. Tak kalah dari PMI yang telah makan asam garam, BSMI hadir dengan gagasan baru dan bahkan aktif di dunia internasional. Sebuah prestasi yang tak boleh dilihat sebelah mata, bukan?

Menilik Sejarah

Baik palang merah dan bulan sabit merah adalah lembaga kemanusiaan bersifat semesta ternyata telah hadir sebelum kedua organisasi ini lahir. Lambang palang merah atau salib merah telah digunakan oleh tim medis Pasukan Salib saat berhadapan dengan Pasukan Muslim. Kala itu, ordo Tempelier menggunakan salib merah (betul-betul berbentuk salib panjang/berbeda dengan lambang saat ini) di atas warna dasar putih. Palang merah juga digunakan oleh ordo Samaritan yang mengobati para tentara Italia. Hanya saja, lambang palang merah berwarna dasar hitam. Tim medisnya pun menggunakan jubah hitam.

Pada perjalanan hidupnya, Dunant (dianggap sebagai pendiri palang merah) berhadapan dengan banyak perang melahirkan keprihatinan terhadap banyaknya korban perang dan peristiwa penyerangan kepada anggota medis. Jean Henry Dunant bersama 4 temannya berhasil meyakinkan negaranya, Swiss, untuk membentuk konferensi Internasional. Konferensi yang terlaksana pada tahun 1864 tersebut, dihadiri oleh 16 negara dari seluruh dunia. Semua negara sepakat untuk membentuk lembaga penolong bagi korban perang dan melindungi serta menghormati tim medis yang sedang bertugas. Konferensi juga melahirkan “Komite Internasional untuk Bantuan bagi para Tentara yang Cidera” atau yang saat ini dikenal dengan Komite Internasional Palang Merah.

Palang merah kemudian pertama kali hadir di Indonesia pada 21 Oktober 1872 dengan dibentuknya Palang Merah Belanda cabang Hindia Belanda (NERKAI – Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie). Dan baru resmi berdiri setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.


Di sisi lain, bulan sabit merah resmi digunakan kesultanan Turki (Ottoman) saat perang melawan kekaisaran Rusia pada rentang tahun 1876-1878. Pada perang ini, tim medis Rusia telah menggunakan palang merah. Sejak saat itu, lambang Bulan Sabit Merah mulai dikenal luas masyarakat internasional dan mendapat pengakuan. Bulan sabit merah digunakan sebagai penghormatan kepada Turki yang menganut agama Islam.

Jauh sebelum Turki Ottoman akhirnya runtuh karena menderita kekalahan perang, rupanya lambang bulan sabit merah telah digunakan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam dan Shahabat saat berperang. Mereka adalah tim medis yang dinahkodai oleh para muslimah, para shahabiyah. Tengoklah Ummu Kultsum, istri dari Umar ibn Khattab, putri sahabat Abu Bakr Ash-Shidiq bernama Shafiyyah. Beliau adalah ketua tim medis yang mendirikan kemah-kemah di garis belakang untuk mengobati pasukan kaum muslim yang terluka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam senang atas apa yang mereka lakukan sehingga beliau memberi mereka bagian dari harta rampasan perang.

Penggunaan bulan sabit merah terus diwariskan hingga masa pemerintahan Bani Umayah dan Abbasiyah Bani Salzuk. Saat berkecamuk Perang Salib, tampak sekompok muslimah berjilbab putih berlambang bulan sabit hadir sebagai tim medis yang mengobati siapapun yang terluka saat perang. Bahkan Raja Richard (penguasa Inggris) pun ditolong secara sukarela atas perintah Sultan Shalahudin Al Ayubi kala itu. Oleh Umar ibn Khattab, bulan sabit berarti kuatkanlah asas (aqidah) dan syiarkan Islam dari kanan ke ke kiri.

Lambang Bulan Sabit Merah akhirnya secara resmi diakui sebagai salah satu lambang kemanusiaan setelah Konvensi Genewa pada tahun 1929. Sejak saat itu hingga sekarang sebanyak 33 negara menggunakan lambang Bulan Sabit Merah sebagai lambang resmi organisasi kemanusiaannya, termasuk beberapa negara yang mengubah lambang kemanusiaannya dari Palang Merah menjadi Bulan Sabit Merah, yaitu Pakistan (1974), Malaysia (1975), dan Bangladesh (1989). Meski agak terlambat, pada tahun 2002, diproklamirkan sebagai hari terbentuknya Bulan Sabit Merah Indonesia.

Menilik sejarah, tak dipungkiri bahwa Perang Salib merupakan cikal bakal lahirnya kedua lembaga kemanusiaan semesta, baik palang merah maupun bulan sabit merah. Dan tak dapat ditampik, ideologi dan agama merupakan point utama mengapa terjadi perbedaan penggunaan lambang. Termasuk Israel dengan eksklusif menggunakan lambang kristal merah untuk lembaga kemanusiaannya. Bahkan, Iran pernah menggunakan lambang matahari/singa merah, akan tetapi kemudian dihapuskan. Baik palang merah, bulan sabit merah serta kristal merah merupakan tiga lambang yang disahkan dalam Konvensi Genewa tahun 1929 lalu. Meski ideologi pendiriannya berbeda, prinsip ketiganya adalah sama: sebagai lembaga kemanusiaan bersifat semesta dan netral saat memberikan pertolongan. Keberadaan ketiganya pun adalah legal secara internasional.

Nah, bagaimana dengan negeri Indonesia dengan dualisme lambang di negaranya? PMI dan BSMI, pilih mana? Menurut hemat saya, berat menjawab pertanyaan ini. Meski PMI lebih dulu dan telah sepuh usianya, kita tak dapat menampik bahwa ideologi BSMI pun erat dengan budaya bangsa. Nampaknya, bilangan dua akan masih menjadi solusi. Dua akan senantiasa berteman akrab oleh negeri berpenduduk muslim mayoritas dengan keberagam tingkat tinggi ini. Ya, dua adalah teman sejati negeri bermusim dua ini. Begitu pun dualisme lambang kemanusiaannya.

(SUB/Berbagai Sumber)

Leave a Reply