Teman Nongkrong Anak-anak Muda Turki

Catatan Harian Relawan Aju BSMI Turki

Saat mendapat tawaran dari teman-teman AFAD untuk menginap di camp pengungsian Ataturk Park, Karahmanmaras, Turki kami langsung mengiyakan. Kami ingin melihat kondisi dan situasi langsung dari para penyintas.

Harus diakui, kesigapan teman-teman AFAD untuk mengelola camp pengungsian patut diacungi jempol. Fasilitas tenda yang diberikan juga cukup mumpuni. Di setiap tenda disediakan pemanas dengan bahan bakar kayu. Kayu bakarnya pun sudah disediakan oleh AFAD.

Satu tenda bisa diisi 5-6 orang dewasa dengan nyaman. Bahkan ada kamar-kamarnya. Ada tiga ruangan yang terpisah. Lengkap dengan kasur, selimut, sleeping bag. Cukup nyaman bagi penyintas untuk bertahan.

Waktu malam pun tiba. Setelah shalat Maghrib berjamaah di masjid taman yang juga dipakai untuk masjid pengungsian kami memutuskan mencari makan. Prinsipnya tidak meminta jatah makanan untuk penyintas. Kami mencari semacam warung untuk beli.

Alhamdulillah cafetaria taman buka. Kami pun langsung memesan roti dan martabak untuk dibungkus. Sembari menunggu kami duduk-duduk di cafetaria yang dipenuhi anak-anak muda penyintas.

Wajah kami yang nampak lain, memang mengundang perhatian penasaran para penyintas. Terutama anak-anak kecil dan anak mudanya. Kami sapa mereka dan mereka tersenyum lebar melihat wajah yang cukup asing bagi mereka.

Di samping meja kami ada tiga pemuda yang asyik mengobrol. Akhirnya kami menyapa. “Merhaba..”. Kami bertanya nama anak-anak muda ini.

Satu namanya Onur (17 tahun), satu namanya Israfil (18 tahun) dan satu namanya Serkan (17 tahun). Mereka berasal dari apartemen yang berbeda tapi sudah saling kenal sejak lama.

Kami pun masuk dengan obrolan mereka. Menebak asal negara, menjelaskan tentang Indonesia sampai masalah asmara dan juga bola. Obrolan tongkrongan istilahnya.

Tak lupa gelak tawa menyertai perbincangan hangat malam itu. Terlebih sang pemilik cafetaria menyajikan teh gratis sembari menunggu masakan jadi.

Kami memang sengaja membicarakan hal-hal yang menyenangkan dalam obrolan. Masyarakat Turki seperti enggan bercerita banyak tentang gempa besar yang sepertinya meninggalkan luka.

Saat sudah akrab, mereka akan bercerita sendiri tentang yang mereka alami. Seperti halnya tiga sejawat remaja ini. Setalah obrolan ngalor ngidul, mereka bercerita dua hari pertama pasca gempa, mereka harus bertahan di jalanan yang dingin dengan salju tanpa persiapan yang memadai. Israfil bahkan hanya mengenakan sendal tanpa sempat memakai sepatu.

Onur juga menyaksikan sendiri rubuhnya bangunan lima lantai yang ia tinggali. Saat ingin mengambil barang-barang tersisa, tiba-tiba rumahnya rubuh rata dengan tanah.

Hanya Serkan dari tiga sejoli ini yang terluka. Luka di tangannya sudah mengering dan tak ia rasakan lagi. Ketiganya mengaku terbantu sekali dengan adanya camp pengungsian ini. Mereka bisa lebih sering bercengkrama. Termasuk dengan remaja-remaja lainnya. Ketiganya mengangguk sepakat jika kini impiannya sederhana saja, kembali bisa menempati rumah di mana mereka pernah tinggal dan tumbuh besar.

Tak terasa obrolan dan candaan menyenangkan dengan ketiganya harus berakhir saat pesanan makanan kami sudah tiba. Sembari pamit, mereka tak lupa mengajak selfie sebagai kenang-kenangan.

“Kalian kuat brother, insyaAllah.” Pesan itu yang kami sampaikan ke anak-anak muda Turki ini. Ketemu lagi di kesempatan yang lebih baik dari hari ini bro.

Kamp Pengungsian Ataturk Park, Karahmanmaras

Selasa, 21 Februari 2023

Hafidz Muftisany
Humas DPN BSMI